Ilmu Jiwa Pendidikan Agama Islam Kaitannya Dengan Pembentukan Pribadi Peserta
Didik Yang Islami
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memiliki
bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia
terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena
manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia
merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha
kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan
manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam beragama sangat
menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kesetabilan
hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah
kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi karena proses
pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang
ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
BAB II
Mengapa psikologi agama perlu PAI
Pengertian pendidikan PAI sendiri adalah kegiatan atau usaha yang sadar
atau pengertian sistematis dan berkesinambungan untuk mengembangkan potensi
agama manusia memberi sifat keislaman , serta kecakapan sesuai dengan
pendidikan. Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses
pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud. H. M. Arifin,
dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam
bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim baik secara lahir
maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari
keridhaan Allah SWT. Dengan demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah
melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain
saling menunjang.
“Dengan adanya rasa agama seperti yang di ketahui setiap manusia, maka akan
timbul perasaan saling menghargai dengan
sesama individu lainya, sehingga akan timbul rasa saling toleransi kepada umat
manusia beragama, dengan adanya sifat tersebut manusia dapat menjaga diri pada
hal-hal yang di larang dan di anjurkan agama.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh
agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam
diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan
bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu
masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling
benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana
prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.Mengapa manusia ada yang
percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat
pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan
pengalaman hidupnya.
Beragama bagi orang
dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar
ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang
dewasa dalam beragama. kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan
dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama
yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Oleh kerana itu semua
orang berkepentingan dengan Psikologi Agama dan dapat memanfaatkannya sesuai
dengan kepentingannya masing-masing.
Bidang pendidikan anak
misalnya, apabila si ibubapa ingin mendidik anaknya agar kelak menjadi seorang
yang taat beragama, berakhlaq terpuji, berguna bagi masyarakat dan negaranya,
dia dapat menggunakan pengetahuannya terhadap Psikologi Agama, disamping
mengetahui sekedarnya tentang perkembangan jiwa anak pada umur tertentu dan
perkembangan ciri remaja. Untuk itu dia dapat membaca buku tentang psikologi
anak dan psikologi remaja.
Bila para dakwah ingin
mengajak umat hidup sesuai dengan ketentuan agama, taat melaksanakan agama
dalam kehidupan mereka, maka dia dapat menggunakan Psikologi Agama dengan lebih
dahulu mengatahui latar belakang kehidupan mereka, lalu menunjukkan betapa
pentingnya ajaran agama dalam kehidupan manusia.
Misalnya, manfaat iman
bagi ketenteraman batin, manfaat solat, puasa, zakat dan haji bagi penyembuhan
jiwa yang gelisah (fungsi kuratif) dan bagaimana pula manfaatnya bagi
pencegahan gangguan jiwa (fungsi preventif) dan selanjutnya pentingnya iman dan
ibadah tersebut bagi pembinaan dan pengembangan kesihatan jiwa (fungsi
konstruktif). Psikologi Agama memberi gambaran tentang perkembangan jiwa agama
pada seseorang, menunjukkan pula bagaimana pembahasan keyakinan (konversi)
agama terjadi pada seseorang. Dan Psikologi Agama juga menjelaskan betapa
seseorang mencari agama dan benar-benar mencintainya dalam bentuk mistik.
Psikologi Agama dan
pendidikan
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Agama
Psikologi agama
terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini
mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77).
Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut
Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau
hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian
religare berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari tidak, “gama”; pergi
yang berarti tetap ditempat atau diwarisi turun menurun .
Dari definisi
tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang
dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan
tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor
yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin,
2004: 15)
Berkaitan dengan ruang
lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran
agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan
aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan
dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang
dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama
mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam
kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini
psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya
dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP
dan pada bidang- bidang lainnya.
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan
Pendidikan secara umum
adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani
seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha
sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai
ilmu pengetahuan (Civic Education Society; 2002). Sedang menurut Aristoteles
(Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada
tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa: Pendidikan itu ialah menyiapkan
akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia
mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran
kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media)
yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua.2
Pendidikan ini juga
diatur dalam syari’at Islam dalam surat Al-Qashas:77 yang artinya sebagai
berikut:
“Carilah apa yang
dianugerahkan oleh Allah padamu dari kebahagiaan akhirat dan jangan kamu
melupakan bahagiamu dari kebahagiaan Dunia.”
Al-Qur’an menjamin
kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/ jalan-jalan yang telah
ditetapkan oleh Al-Qur’an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menganjurkan
untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran itu: misalnya firman Allah, yang
artinya:
Dan tentang dirimu apakah tidak memikirkannya? (S. Adz-riyat: 21)
Dan tentang dirimu apakah tidak memikirkannya? (S. Adz-riyat: 21)
C. Hubungan Psikologi Agama dengan Dunia Pendidikan
Pandangan agama dan
psikologi berjumpa pada diri manusia sendiri sebagai salah satu fenomena
ciptaan Tuhan dengan segala karakter kemanusiaannya. Begitu juga dengan
pendidikan yang menjadikannya manusia sebagai objek sekaligus sebjek penentu
dari suatu keberhasilan system pendidikan dan tujuan pendidikan secara umu.
Menurut Al Attas
tujuan pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai kebaikan dan keadilan dalam
diri seseorang baik sebagai manusia atau individu. Dengan demikian yang perlu
ditekankan dalam pendidikan adalah nilai manusia sejati, sebagai warga negara
dalam kerajaannya yang mikro, sebagai sesuatu yang bersifat spiritual.
Dalam menamkan
nilai-nilai kebaikan khususnya nilai agama, seorang pendidik harus
memperhatikan perkembangan keberagamaan seseorang. Dalam hal yang berkaitan
dengan ketaatan dan kepatuhan dalam hal yang berkaitan dengan nilai-nilai
seseorang terhadap suatu system nilai termasuk nilai keagamaan, L Kohlberg,
secara teoristis mengemukakan bahwa seseorang dalam mengikuti tata nilai agar
menjadi insane kamil itu melalui tingkatan atau stadium, diantaranya adalah:
Stadium 1 : Menurut aturan untuk menghindari hukum.
Stadium 2 : Bersikap konformis (mengikuti nilai yang berlaku) untuk memperoleh hadiah
agar dipandang sebagai orang baik.
Stadium 3 : Bersikap konformis untuk menhindari celaan orang lain.
Stadium 4 : Bersikap konformis untuk menghindari hukum yang diberikan agar beberapa
tingkah laku tertentu dalam kehidupan bersama.
Stadium 5 : Konformitas dilakukan karena membutuhkan kehidupan bersama yang diatur.
Stadium 6 : Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar,
melainkan karena keyakinan sendiri untuk melakukannya.
Pada saat menanamkan
nilai-nilai moral dan agama seorang pendidik harus memperhatikan 6 stadium
tersebut sebgai acuan dalam menentukan materi dan metode yang sesuai bagi
peserta didiknya. Hal ini bertujuan untuk membina sikap positif dalam
pembentukan pribadi anak dengan berbagai pengalaman keagamaan, sehingga ketika
dewasa mereka tak cenderung bersikap negatif kepada agama.
Seseorang pendidik
juga harus mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya
dapat memahami bagaimana peranan agama dala moral bagi anak didik.
Pembinaan moral
terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak
kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang.
Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai
moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan
tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif
tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap
baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat
berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan.
Dengan demikian nyatalah
betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih
kualitas insane paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi kontemporer
banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi.
Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan
mengurangi aspek negatif.
Dalam pelatihan yang
bercorak psiko-educatif diharapkan para peserta didik sadar diri, mampu
beradaptasi, menemukan arti dan tujuan hidupnya serta menyadari dan menghayati
intensitas ibadah. Dengan pelatihan semacam ini ungkapan “The man behind the
system” ditingkatkan menjadi “The spirit of the man behind the system” yang
berarti adanya peningkatan mental spiritual pada manusia penerap system.”
D. Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan (keluarga,
Sekolah, dan Masyarakat).
Education (pendidikan)
dan jiwa keagamaaan sangat terkait, karena pendidikan tanpa agama ibaratnya
bagi manusia akan pincang. Sedang jiwa keagamaan yang tanpa melalui menegemant
pendidikan yang baik, maka juga akan percuma. Dengan kata lain, pendidikan
dinilai memiliki peran penting dalam upaya menanamkan rasa keagamaan pada
seseorang.
- Pendidikan Keluarga
Perkembangan agama menurut W.H. Clark, berjalin dengan
unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasikan secara jelas,
karenaa masalah yang menyangkut kejiwaan, manusia demikian rumit dan
kompleksnya. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat
sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat didalamnya. Melalui jalinan
unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah agama itu bekembang (W.H. Clark, 1964:
4).
Menurut Rosul Allah swt, fungsi dan peran orang tua
bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau,
setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk
keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan,
pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.
- Pendidikan Kelembagaan
Pendidikan agama di lembaga pendidikan bagaimanapun
akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak. Namun
demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada berbgai
faktor yang dapat memotivasi nak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab,
pendidikan agama pada hakikatnya merupakan pendidikan nilai. Oleh karena itu,
pendidikan agama lebih dititik beratkan pada bagaimana membentuk kebiasaan yang
selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan
pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan
agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang
tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga.
Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah
sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya. Menurut
Mc Guire, proses perubahan sikap dari tidak menerima kesikap menerima
berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses:
- Pertama adalah adanya perhatian; kedua, adanya pemahaman; dan ketiga, adanya penerimaa. Dengan demikian, pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak sangat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses itu. Pertama, pendidikan agama yang diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik. Untuk menopang pencapaian itu, maka guru agama harus dapat merencanakan materi, metode serta alat-alat bantu yang memungkinkan anak-anak memberikan perhatiannya.
- Kedua, para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang diberikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hapalan semata. Ketiga; penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang diberikan. Penerimaan ini sangat tergantung dengan hubungan antara materi dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik. Dan sikap menerima tersebut pada garis besarnya banyak ditentukan oleh sikap pendidk itu sendiri, antara lain memiliki keahlian dalam bidang agama dan memiliki sifat-sifat yang sejalan dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Kedua sikap ini akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.
- Pendidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga.
Peran psikologi agama dalam lembaga ini adalah memupuk jiwa keagamaan karenma
masyarakat akan memberi dampak dalam pembentukan pertumbuhan baik fidik maupub
psikis. Yang mana pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Sehingga
sangat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai
bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis.
Hati yang bersih dan
sehat adalah cahaya yang seseorang pada langkah-langkah kehidupan yang benar,
dan yang memberikan rasa ketenangan dan kepuasan pada jiwa. Apabila kita
mendapat pendidikan dan kesadaran hati pada waktu kecil, artinya kita telah
menegakkan pilar-pilar pendidikan yang sangat kokoh. Berangkat dari sinilah,
kita wajib memberikan perhatian penuh utuk menghidupkan kontrol agama pada jiwa
seseorang dan kita jadikan hal itu sebagai sarana untuk menjaga nilai-nilai
akhlak yang ada padanya.
Umar bin Khattab r.a menyatakan “Barang siapa yang kebal dididik oleh syari’at, maka Allah pun enggan menaikkanny. Artinya jka kekuatan rasa beragama atau pengawasan jiwa, kontrol hati tidak ada pengaruhnya, maka peraturan atau undang-undang apapun yang ada dimuka bumi ini juga tidak akan ada pengaruhnya Hubungan psikologi agama dengan pendidikan adalah; kedua-duanya mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa amnesia yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal darikata Al-Din yang berarti undang-undang/ hokum, religi (latin) atau relege berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata Agama terdiri dari kata akronim dari “a” ; tidak, “gam;” pergi yang berarti tetap di tempat dan diwarisi turun menurun. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan pengertian psikologi agama adalah; suatu ilmu yang mempelajari kepercayaan jiwa manusia secara keseluruhan baik dari sisi jasmani maupun rohani manusia.
Umar bin Khattab r.a menyatakan “Barang siapa yang kebal dididik oleh syari’at, maka Allah pun enggan menaikkanny. Artinya jka kekuatan rasa beragama atau pengawasan jiwa, kontrol hati tidak ada pengaruhnya, maka peraturan atau undang-undang apapun yang ada dimuka bumi ini juga tidak akan ada pengaruhnya Hubungan psikologi agama dengan pendidikan adalah; kedua-duanya mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa amnesia yang normal, dewasa dan beradab. Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal darikata Al-Din yang berarti undang-undang/ hokum, religi (latin) atau relege berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata Agama terdiri dari kata akronim dari “a” ; tidak, “gam;” pergi yang berarti tetap di tempat dan diwarisi turun menurun. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan pengertian psikologi agama adalah; suatu ilmu yang mempelajari kepercayaan jiwa manusia secara keseluruhan baik dari sisi jasmani maupun rohani manusia.
Menurut Quraish
Shihab, tujuan pendidikan al Qur`an (Islam) adalah membina manusia secara
pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan
khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
Allah. Atau dengan kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur`an,
untuk bertaqwa kepada-Nya. Dengan demikian pendidikan harus mampu membina,
mengarahkan dan melatih potensi jasmani, jiwa, akal dan fisik manusia seoptimal
mungkin agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Pendidikan memang
mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia, oleh karena itu pendidikan
agama islam adalah sebuah upaya nyata yang akan mengantarkan umat islam kepada
perkembangan rasa agama. Umat islam akan lebih memahami dan terinternalisasi
esensi rasa agama itu sendiri. Pertama yaitu rasa bertuhan, rasa bertuhan ini
meliputi merasa ada sesuatu yang maha besar yang berkuasa atas dirinya dan alam
semesta, ada rasa ikatan dengan sesuatu tersebut, rasa dekat, rasa rindu, rasa
kagum dan lain-lain. Kedua yaitu rasa taat, rasa taat ini meliputi ada rasa
ingin mengarahkan diri pada kehendak-Nya dan ada rasa ingin mengikuti
aturan-aturan-Nya.
Pendidikan agama
adalah bentuk pendidikan nilai, karena itu maksimal dan tidaknya pendidikan
agama tergantung dari faktor yang dapat memotivasi untuk memahami nilai agama.
Semakin suasana pendidikan agama membuat betah maka perkembangan jiwa keagamaan
akan dapat tumbuh dengan optimal. Jiwa keagamaan ini akan tumbuh bersama dengan
suasana lingkungan sekitarnya. Apabila jiwa keagamaan te;lah tumbuh maka akan
terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-harinya
Menurut Prof. Dr.
Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena
cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi
Belajar psikologi
agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama
dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya
mencerminkan keyakinannnya.
Agama berasal dari
kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban.
Remaja adalah cikal bakal calon pemimpin Negara, membentuk psikologi yang benar pada remaja telah di atur di dalam Islam sebagai agama yang satu-satunya Haq. Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Taules ; berpendapat bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan megaplikasikanprinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan .
Remaja adalah cikal bakal calon pemimpin Negara, membentuk psikologi yang benar pada remaja telah di atur di dalam Islam sebagai agama yang satu-satunya Haq. Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Taules ; berpendapat bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan megaplikasikanprinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan .
Sedangkan menurut
Zakiah Darajat, psikologi agama adalah meneliti dan menelaah kehidupan beragama
pada seseorang yang mempelajari berapa besar pengaruh kenyakinan agama itu
dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu,
psikologi agama jua mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada
seseorang, serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kenyakinan tersebut.
Sehubugan dengan
psikologi agama Jalaludin berpendapat bahwa Psikologi Agama menggunakan dua
kata yaitu Psikologi dan Agama, kedua kata ini memiliki pengertian yang
berbeda. Dimana Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang
mempelajarigejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradap.
BAB III
PENUTUP
Psikologi agama yang
memepelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling
korelatif dalam pendidikan agama islam. Pendidikan islam sebagi sebuah upaya
penyadaran terhadap umat islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Pertumbuhan rasa agama akan semakin meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan
kondisi di sekitarnya, baik sosial,ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Peran
psikologi agama dalam pendidikan islam lebih memudahkan pemahaman masyarakat
dalam menelaah agama secara komprehensif. Agama tidak dipandang hanya sebagi
kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap
pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya. Proses
penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun akan mudah
di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah bentuk kewajaran
dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu pendidikan merupakan
suatu keniscayaan dalam mengarahkan proses perkembangan kejiwaan. Terlebih lagi
dalam lembaga pendidikan islam, tentu akan mempengaruhi bagi pembentukan jiwa
keagamaan. Jiwa keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmad, Jalaludin. 1996.
Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama: Jakarta.
Rahmad, Jalaluddin. 2003.
Psikologi Agama (sebuah pengantar). Penerbit: Mizan media buku utama, Jakarta.
Abu Bakar, Muhammad.
1981. Pedoman Pendidikan dan Pengajaran. Usaha Nasional: Surabaya.
Awwad, Jaudah Muhammad.
1995. Mendidik Anak Secara Islam. Gema Insani Press: Jakarta.
Quraish Shihab. 1992.
Membumikan al Qur`an Bandung: Mizan,
Sururin, M.Ag. Ilmu Jiwa
Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
[3]Prof. Dr. H.
Jalaludin. Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar