BAB I
PENDAHULUAN
Pentingnya Penelitian
Tindakan Kelas
Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen
pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan
hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. Langkah
inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari pemahaman
dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sangat mendukung
program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah peningkatan
kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah praktisi
dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan
tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks)
yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan peningkatan
proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap
peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu mengajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan kompetensi
guru merupakan tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah. Peningkatan
kompetensi guru mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2)
kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian.
Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PPRI
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan UURI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, peningkatan kompetensi guru menjadi isu
strategis dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Bahkan menurut PPRI Nomor
19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain kualifikasi, guru
sebagai tenaga pendidik juga dituntut
untuk memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian
yang diajarkannya.
Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya
peningkatan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai
oleh guru dengan cara melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara
berkesinambungan. Praktik pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme
guru (Ahmar, 2005; Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005;
McNeiff, 1992). Hal ini, karena PTK dapat membantu (1) pengembangan kompetensi
guru dalam menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi,
dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa, (2) peningkatan
kemampuan pembelajaran akan berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian,
sosial, dan profesional guru (Prendergast, 2002). Lewin (dalam Prendergast,
2002:2) secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara
guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri
atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Sementara itu, Calhoun dan
Glanz (dalam Prendergast, 2002:2) menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu
metode untuk memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah.
Di samping itu, Prendergast (2002:3) juga menyatakan, bahwa penelitian tindakan
kelas merupakan wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara
sistematis dalam pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa.
Cole dan Knowles (Prendergast (2002:3-4) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas
dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya
satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode
mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan
personal. Pernyataan Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast
(2002:5), bahwa penelitian tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan
refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam
dan mengembangkan hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru. Whitehead
(1993) menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru
untuk mengembangkan pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki
pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut mengindikasikan,
bahwa pemahaman dan penerapan PTK akan
membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh
UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk meningkatkan
kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri,
maka sebelum seorang Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan
PTK, perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1.
PTK adalah
alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas sehari-hari
(mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin memilih
metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak mengganggu
atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2.
Teknik
pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas utama Guru
tidak terbengkalai.
3.
Metodologi
penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk merumuskan hipotesis
yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan suasana dan keadaan kelas
tempatnya mengajar.
4.
Masalah
yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat dari
wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat dipecahkan
melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5.
Sejauh
mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah. Dalam hal
ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi, sehingga
pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian tersebut.
Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat bekerja
sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus diteliti
melalui PTK.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian PTK
Penelitian tindakan telah mulai berkembang sejak perang
dunia kedua. Oleh sebab itu, terdapat banyak pengertian tentang PTK. Istilah
PTK dideferensiasi dari pengertian pengertian berikut.
Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective
inquiry undertaken by participants in a social (including educational)
situation in order to improve the rationality and justice of (a) their on
social or educational practices, (b) their understanding of these practices,
and (c) the situations in which practices are carried out.
McNeiff (2002): action research is a term which refer to
a practical way of looking at your own
work to sheck that it is you would like it to be. Because action
research is done by you, the practitioner, it is often referred to as
practitioner based research; and because it involves you thinking about and
reflecting on your work, it can also be called a form of self-reflective
practice.
Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut,
dapat dicermati pengertian PTK secara lebih rinci dan lengkap. PTK didefinisikan
sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan
tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari
tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas sehari-hari, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi
di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan
tersebut, PTK dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat
tahapan, planing, action, observation/evaluation, dan reflection.
1.2 Karakteristik PTK
Karakteristik PTK yang sekaligus dapat membedakannya
dengan penelitian formal adalah sebagai berikut.
1.
PTK
merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk menanggulangi masalah
nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa
rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan
data, analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan.
Semuanya dilakukan di kelas dan dirasakan oleh kelas itu.
2.
Metode PTK
diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-variabel yang ditelaah
selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu sendiri. Dengan demikian, temuan hanya
berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak dapat digeneralisasi untuk kelas yang
lain. Temuan PTK hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektivitasnya
dalam kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
3.
PTK
terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran, dalam arti
bahwa hasil atau temuan PTK itu adalah pada diri Guru telah terjadi perubahan, perbaikan,
atau peningkatan sikap dan perbuatannya. PTK akan lebih berhasil jika ada kerja
sama antara Guru-Guru di sekolah, sehingga mereka dapat sharing permasalahan, dan
apabila penelitian telah dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan
yang dilakukan. Dengan demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.
4.
PTK
bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian, maka cocok digunakan dalam
rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini juga memungkinkan diterapkannya
suatu hasil studi dengan segera dan penelaahan kembali secara berkesinambungan.
5.
PTK banyak
mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi diri peneliti. Pada
saat penelitian berlangsung Guru sendiri dibantu rekan lainnya mengumpulkan informasi,
menata informasi, membahasnya, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus melakukan
tindakan-tindakan secara bertahap. Setiap tahap merupakan tindakan lanjut tahap
sebelumnya.
6.
PTK
sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen dalam hal percobaan tindakan
yang segera dilakukan dan ditelaah kembali efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak secara
ketat memperdulikan pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi hasil penelaahan.
Oleh karena kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan terutama
dalam pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola tindakan,
rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses ilmiah.
7.
PTK
bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk studi
kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak representatif untuk merumuskan
atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik terbatas pada pendekatan
deskriptif tanpa inferensi.
1.3 Prinsip PTK
Menurut Hopkins (1993: 57-61), terdapat 6 prinsip
penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Sebagai
seorang guru yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, seyogyanya PTK yang
dilakukan tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Ada dua hal penting terkait
dengan prinsip ini. Pertama, mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya dalam
PTK tidak segera dapat memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh berbeda
dengan metode yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban profesional,
Guru hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari jalan keluar
terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam belajar
dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal. Kedua, banyaknya siklus yang
diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria keberhasilan, misalnya
pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) ketimbang sekadar
menghabiskan kurikulum (content coverage), dan tidak semata-mata mengacu pada
kejenuhan informasi (saturation of information).
2)
Teknik
pengumpulan data tidak menuntut waktu dan cara yang berlebihan. Sedapat mungkin
hendaknya dapat diupayakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangai sendiri,
sementara Guru tetap aktif sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data diuapayakan
sesederhana mungkin, asal mampu memperoleh informasi yang cukup signifikan dan
dapat dipercaya secara metodologis.
3)
Metodologi
yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan reliabilitasnya yang
memungkinkan Guru dapat mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta memperoleh
data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya. Jadi,
walaupun terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap dilaksanakan
atas dasar taat kaidah keilmuan.
4)
Masalah yang
terungkap adalah masalah yang benar-benar membuat Guru galau, sehingga atas
dasar tanggung jawab profesional, dia didorong oleh hatinya untuk memiliki
komitmen dalam rangka menemukan jalan keluarnya melalui PTK. Komitmen tersebut
adalah dorongan hati yang paling dalam untuk memperoleh perbaikan secara nyata
proses dan hasil pelayanannya pada siswa dalam menjalankan tugas-tugas
kesehariannya dibandingkan dengan proses dan hasil-hasil sebelumnya. Dengan
demikian, mengajar adalah penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan dalam
rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri agar mampu melakukan perbaikan praktiknya.
5)
Pelaksanaan
PTK seyogyanya mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, PTK
hendaknya diketahui oleh kepala sekolah, disosialisasikan pada rekan- rekan
Guru, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya sesuai
dengan tata krama penyusunan karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan kepentingan
siswa layaknya sebagai manusia.
6)
Permasalahan
yang hendaknya dicarikan solusinya lewat PTK hendaknya tidak terbatas hanya
pada konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan perspektif
sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang pelaku
akan sangat mengakomodasi kepentingan tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
2.1 Tujuan PTK
Tujuan PTK dapat
digolongkan atas dua jenis, tujuan utama dan tujuan sertaan. Tujuan-tujuan
tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Tujuan
utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan profesional Guru
dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan
refleksi untuk mendiagnosis kondisi, kemudian mencoba secara sistematis berbagai
model pembelajaran alternatif yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan
masalah pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan, melaksanakan
tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.
2.
Tujuan
utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan Guru yang bertolak dari kebutuhan
untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang dihadapinya terkait dengan
pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan
tumbuh dari Guru sendiri, bukan karena ditugaskan oleh kepala sekolah, (2)
proses latihan terjadi secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi
artifisial, (3) produknyas adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi
pelaksanaan akan didukung oleh lingkungan.
3.
Tujuan
sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan Guru.
2.2 Manfaat PTK
PTK dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan
yang tumbuh dari bawah, karena Guru adalah ujung tombak pelaksana lapangan.
Dengan PTK Guru menjadi lebih mandiri yang ditopang oleh rasa percaya diri,
sehingga secara keilmuan menjadi lebih berani mengambil prakarsa yang patut diduganya
dapat memberikan manfaat perbaikan. Rasa percaya diri tersebut tumbuh sebagai
akibat Guru semakin banyak mengembangkan sendiri pengetahuannya berdasarkan
pengalaman praktis. Dengan secara kontinu melakukan PTK, Guru sebagai pekerja
profesional tidak akan cepat berpuas diri lalu diam di zone nyaman, melainkan
selalu memiliki komitmen untuk meraih
hari esok lebih baik dari hari sekarang. Dorongan ini muncul dari rasa
kepedulian untuk memecahkan masalah- masalah praktis dalam kesehariannya.
Manfaat lainnya, bahwa hasil PTK dapat dijadikan sumber
masukan dalam rangka
melakukan pengembangan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum
tidak bersifat netral, melainkan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling
terkait mengenai hakikat
pendidikan, pengetahuan, dan pembelajaran yang dihayati oleh Guru di
lapangan. PTK dapat membantu guru untuk lebih memahami hakikat pendidikan
secara empirik.
2.3 Prosedur PTK
PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah pada suatu
kelas melalui sistem daur ulang dari
berbagai kegiatan, seperti yang ditunjukkan pada Bagan 01.
Merencanakan à
Melakukan Tindakan à Mengamati
dan menilai à Merefleksikan à Merencanakan à
Melakukan Tindakan à
Mengamati dan Menilai à
Merefleksikan à dan seterusnya.
Daur Ulang dalam Penelitian Tindakan Kelas
Daur tersebut dapat dilaksanakan bertolak dari hasil refleksi diri
tentang adanya unsur ketidakpuasan diri sendiri terhadap kinerja yang dilakukan
dan yang dilalui sebelumnya. Misalnya, Guru sadar bahwa hasil belajar siswa
pada bidang studi yang diasuh selalu terpuruk. Guru saat itu berpikir tentang
strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini, fasilitas yang mendukung
pelajaran, lalu mencari kelemahan-kelemahan kinerja yang telah dilakukan yang
diduga sebagai penyebab terpuruknya hasil belajar siswa. Untuk merencanakan
tindakan perbaikan, ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu Guru, sebagai
berikut. (1) Apa kepedulian anda terhadap kelas itu? (2) Mengapa anda peduli terhadap
hal tersebut? (3) Apa yang menurut pendapat anda, anda dapat lakukan berkenan dengan
hal itu? (4) Bukti-bukti yang bagaimana yang dapat anda kumpulkan untuk membantu
menelaah apa yang terjadi? (5) Bagaimana anda akan mengumpulkan bukti-bukti
itu? (6) Bagaimana anda akan memeriksa bahwa pertimbangan anda mengenai apa yang
terjadi itu cukup tepat dan cermat?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu akan
menghasilkan penilaian praktis tentang situasi yang dihadapi dan menghasilkan
pula rencana yang mungkin digunakan untuk menangani situasi itu. Dalam hal
seperti itu, daur ulang yang serupa dengan yang dikemukakan tersebut terjadi
pula, yaitu dengan terjadinya apa yang dirasakan Guru.
- Guru mengalami suatu masalah dalam mengajar apabila sistem nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
- Guru membayangkan pemecahan masalah tersebut.
- Guru bertindak sesuai dengan cara pemecahan yang dibayangkan.
- Guru menilai hasil upaya pemecahan itu.
- Guru memperbaiki praktik, rencana, dan gagasan-gagasan mengajar dengan strategi baru sesuai dengan hasil penilaian itu.
- Guru menerangkan hasil perubahan itu sambil menelaah dampaknya terhadap hasil kerjanya.
2.4 Proses PTK
Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, bahwa keseluruhan proses PTK selengkapnya terdiri
atas tahapan-tahapan seperti yang dilukiskan pada Bagan 02, yang pada pokoknya
terdiri dari empat tahapan.
Refleksi Awal
à Penelaahan
Lapangan à
Tema Kepedulian
Gagasan Umum
Perencanaan Umum
Perencanaan à Tindakan
Observasi à Refleksi
Proses Siklus Penelitian Tindakan kelas
BAB IV
HASIL PENELITIAN
3.1 Refleksi Awal, Gagasan
Umum, Penelaahan Lapangan, dan Tema Kepedulian
Keempat tahapan berpikir ini adalah langkah awal yang
merupakan akumulasi dan rasa ketidakpuasan seorang Guru atau hasil renungannya
terhadap kinerja yang dilakukan. Refleksi awal tidak lain merupakan latar
belakang masalah untuk melahirkan gagasan umum. Penelaahan lapangan adalah
keberhasilan dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. Menganalisis sumber
penyebabnya, dan berdasarkan logika ilmiah diwujudkanlah tema kepedulian yang
merupakan permasalahan pokok yang akan diteliti. Agar hasil penelaahan lapangan
dapat seakurat mungkin, maka Guru dianjurkan menyimak kepustakaan penelitian
pendidikan (jurnal dan buku sumber) dan pengalaman pribadinya. Hal ini akan
membantu kerja yang lebih tepat. Di samping itu, kajian kepustakaan akan menyadarkan
Guru ke arah kesiapan pengenalan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai sosial, minat
siswa dan atau kelompok kerjanya, yang semuanya akan mempengaruhi rasionalitas,
keterbukaan, dan keserasian kerja.
Sebagai ilustrasi, misalkan seorang Guru Biologi sangat
peduli terhadap hasil belajar siswanya yang selalu terpuruk (dilihat dari nilai
formatif, sumatif, dan ebtanas). Guru mulai bertanya-tanya mengapa nilai siswa
selalu buruk? Padahal pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan tuntutan
kurikulum, banyak pembahasan masalah-masalah nyata, sering ulangan, dan
sebagainya. Setelah diselidiki lebih jauh, misalnya dengan mengadakan wawancara
pada beberapa siswa, terungkap bahwa siswa kurang puas dengan model pembelajaran
diskusi biasa yang diterapkan selama ini. Disinyalir bahwa Guru tidak pernah mengubah
cara memfasilitasi pembelajaran, tidak pernah mengajak siswa bereksperimen atau
penyelidikan. Berdasarkan data tersebut, Guru mulai memikirkan tema kepeduliannya,
misalnya Penerapan Model Problem-Based Learning Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi
Dasar Siswa Pada Bidang Studi Biologi. Rumusan-rumusan tema tersebut selanjutnya
dijabarkan ke dalam rumusan masalah, misalnya apakah penerapan model Problem-Based
Learning dapat meningkatkan kompetensi dasar siswa? Bagaimana respon siswa
terhadap pembelajaran biologi dengan model Problem-Based Learning? Untuk menjawab
permasalahan-permasalahan tersebut, Guru hendaknya menyimak tentang peranan
Model Problem-Based Learning dalam peningkatan
kompetensi dasar siswa, sehingga dia dapat merumuskan hipotesis tindakan.
3.2 Perencanaan
Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang
dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan subyektif.
Dalam perencanaan tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang
dilakukan, apa tujuannya. Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan,
dan apa hasil yang diharapkan. Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka
selanjutnya disusun gagasan-gagasan dalam bentuk rencana yang dirinci. Kemudian
gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak penting dihilangkan,
pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat bagi upaya
perbaikan yang dipikirkan. Sebainya perencanaan tersebut didiskusikan dengan
Guru yang lain unutk memperoleh masukan.
Berkaitan dengan contoh permasalahan dan tema kepedulian
yang telah diuarikan tersebut, alternatif perencanaan untuk melaksanakan PTK
adalah menyiapkan rancangan pembelajaran dan lembaran kerja siswa dengan model
Problem-Based Learning, mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran model Problem- Based Learning, menyiapkan pedoman observasi,
pedoman penilaian kinerja, , menyiapkan tes kompetensi kognitif, menyiapkan tes
sikap, meyiapkan format observasi, menyiapkan angket respon siswa.
3.3 Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan
perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan
pelaksanaan perencanaan itu. Namun, kenyataan dalam praktik tidak sesederhana
yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan tindakan boleh jadi berubah atau
dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan. Tetapi jangan sampai
modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang telah
dirumuskan tidak dilaksanakan, maka Guru hendaknya merumuskan perencanaan
kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
Sesuai dengan contoh permasalahan yang diuraikan
sebelumnya, maka tindakan dapat dilakukan sesuai dengan berikut. Pertama-tama
Guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa memulai pembelajaran
dengan langkah-langkah sesuai dengan model Problem-Based Learning. Jika
perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kinerja diadakan setiap kali
pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan seksama. Hasil asesmen
dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing konsep yang menjadi
materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan penilaian kuantitatif
pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar berikut nilai
dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Agar
waktunya efisien, maka diadakan identifikasi kesalah pahaman siswa sekaligus
dapat dikelompokkan jenis-jenis kesalah pahaman tersebut. Setelah pembahasan tentang
hasil asesmen tersebut selesai, mulailah pembelajaran topik baru, dan demikian
seterusnya.
3.4 Observasi dan Evaluasi
Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan
tindakan hendaknya juga dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang
terjadi. Dalam pemantauan itu, lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form
yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-gagasan dan kesan-kesan yang muncul,
dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran. Secara
teknis operasional, kegiatan pemantauan dapat dilakukan oleh Guru lain. Di
sinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas pemantau itu
bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan untuk
menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat pribadinya. Untuk
memperoleh data yang lebih obyektif, Guru dapat menggunakan alat alat optik
atau elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap
kali akan mengakhiri penggalan kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal
yang telah direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas
proses tindakan, maka evaluasi berperanan untuk mendeskripsikan hasil tindakan
yang secara optimis telah dirumuskan melalui tujuan tindakan.
Seacara ilustratif, berkaitan dengan contoh permasalahan
yang telah diungkapkan sebelumnya, maka pemantauan dilakukan untuk mengamati
selama pembelajaran, mengamati interaksi selama proses penyelidikan
berlangsung, mengamati respon siswa terhadap proses pembelajaran. Sedangkan
evaluasi ditujukan kepada hasil belajar siswa melalui asesmen kinerja,
portofolio, tes, dan respon siswa melalui penyebaran angket.
3.5 Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang
telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa
yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan
perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau
kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya terlebih dahulu
menentukan kriteria keberhasilan. Refleksi terdiri atas 5 komponen.
Komponen-komponen tersebut dilukiskan pada Bagan 03.
Analisis à Sintesis à Pemaknaan à Penjelasan à Penyusunan
Kesimpulan
Komponen-komponen Refleksi dalam PTK
Kelima komponen itu dapat terjadi secara berurutan, atau terjadi
bersamaan. Apabila Guru selaku pelaksana PTK telah memiliki gambaran menyeluruh
mengenai apa yang terjadi pada fase sebelumnya, maka kalau dia ingin
melanjutkan tindakan berikutnya, dia harus memikirkan faktor-faktor
penyebabnya. Pengkajian seperti itu dilakukan dengan tetap memperhatikan ke
seluruhan tema kepedulian PTK yang sedang berjalan dan tentu saja dengan
memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan. Dalam rangka
menetapkan tindakan selanjutnya, Guru hendaknya jangan semata-mata terpaku kepada
faktor-faktor penyebab yang berhasil dianalisis, tetapi yang lebih penting
adalah penetapan langkah berikutnya merupakan hasil renungan kembali mengenai kekuatan
dan kelemahan tindakan yang telah dilakukan, perkiraan peluang yang akan diperoleh,
kendala atau kesulitan bahkan ancaman yang mungkin dihadapi. Hasil refleksi
hendaknya didiskusikan sebelum diambil suatu keputusan, lebih-lebih hasil
refleksi yang akan digunakan sebagai dasar kesimpulan dan rekomendasi.
Berikut disajikan contoh ilustrasi refleksi. Misalkan
hasil observasi terungkap bahwa dari strategi (misalkan diskusi kelas) yang
telah digunakan dalam pembelajaran, ternyata siswa ribut, kurang bertanggung
jawab, kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap proses pembahasan hasil
asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi terhadap materi
pelajaran, temannya, dan terhadap Guru. Hasil analisis kompetnsinya terungkap
masih rendah (belum mencapai target minimal). Respon siswa tidak bisa mengikuti
pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, sulit mendapat giliran dalam diskusi
kelas, tidak ada kesesuaian antara materi diskusi dengan materi tes, dan
lain-lain. Terhadap semua data tersebut, maka Guru melakukan refleksi. Misalnya
diskusi kelas diubah menjadi diskusi kelompok, lebih banyak menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi, memberikan tugas sebelumnya kepada siswa,
menunjuk secara bergiliran siswa untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai
secara kualitatif atau kuantitatif, hasil asesmen didiskusikan kepada siswa
sebelum pembelajaran berikutnya, sasaran belajar dirumuskan secara realistis
yang mudah diukur, dan lain-lain.
BAB V
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kemampuan kecepatan membaca siswa
rendah karena teknik pembelajaran membaca yang selama ini tidak di arahkan
untuk melatih keterampilan membaca, dan model pembelajarannya selalu mengacu
pada buku yang ada, sehingga para siswa beranggapan pengajaran membaca
tujuannya semata-mata menjawab pertanyaan, mencari kata/istilah yang sulit dan
lain-lain. Hal ini dihadapi siswa dengan proses yang amat lamban
DAFTAR PUSTAKA
Kirkey, T. L. 2005. Differentiated instruction and enrichment
opportunities: An action
research report. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V833E.pdf
McNiff, J. 1992. Action research: Principles and practice. London:
Routledge
McNiff, J. 1992. Action research for professional development:
Concise advise for new
action esearchers. http://www.jeanmcneiff.com/booklet1.html
McIntosh, J. E. 2005. Valuing
the collaborative nature of professional learning
communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf
Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student
and teacher learning.
Ryan, Thomas G. 2002. Action research: Collecting and analyzing
data.
Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson
University.
Stringer, R. T. 1996. Action
research: A handbook for practitioners. London: International
Educational and Profesional Publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar