Daftar Blog Saya

Jumat, 03 Februari 2012

Memebaca dan Mengamalkan Al-Quran


TANDA MUKMIN
( Memebaca dan Mengamalkan Al-Quran )
.
“ Dari riwayat Abu Musa dari Nabi Saw, beliau bersabda : Seorang mukmin yang membaca al-Quran dan mengamalkannya layaknya `utrujah rasanya enak da aromnya enak pula, dan seorang mukmin yang tidak membaca al-Quran namun mengamalkannya layaknya kurma yang rasanya enak namun tidak memiliki aroma, adapun permisalan orang munafiq yang membaca al-Quran adalah seperti al-raihanah yang aromanya enak tetapi rasanya pahit, dan permisalan orang munafik yang tidak membaca al-quran layaknya al-handhalah (labu pahit), rasanya pahit atau busuk demikian pula aromanya juga busuk”
Rasululloh saw. bersabda,” Barang siapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan apa yang terkandung didalamnya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang cahayanya akan lebih indah daripada cahaya matahari di rumah2 di dunia ini. Maka apa perkiraanmu mengenai yang mengamalkannya ?” ( H.R. Abu Dawud ).
Keberkahan membaca dan mengamalkan Al-Qur’an adalah kepada orang tuanya akan dipakaikan mahkota yang cahayanya akan lebih terang dari cahaya matahari. jika orang tua dari pembaca al-Qur’an saja akan mendapat pahala seperti itu, maka pahala untuk orang yang mengamalkannya tentu akan mendapat derajat yang lebih tinggi.
Rasulullah saw., bersabda, ” Barang siapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan kepadannya sebuah mahkota yang terbuat dari nur, dan kedua orangtuanya akan dipakaikan sepasang pakaian yang indah tiada bandingnya di dunia ini. Orangtuanya akan bertanya kepada Alloh swt.,’ ya Alloh, mengapa kami diperlakukan demikian?’ Jawab Alloh,’ Karena kalian telah menjadikan anak kalian sebagai orang pembaca Al-Qur’an.”‘ ( H.R.Hakim ).
Rasululloh saw., bersabda,”Barang siapa mengajarkan anaknya membaca Al-Qur’an, maka dosa-dasanya yang akan datang dan yang telah lalu akan diampuni. Dan barang siapa mengajarkan anaknya sehingga menjadi hafizh Al-Qur’an, maka pada hari Kiamat ia akan dibangkitkan dengan wajah yang bercahaya seperti cahaya bulan purnama dan ia akan berkata pada anaknya,’Mulailah membaca Al-Qu’an.’ Ketika anaknya membaca 1 ayat, maka orangtuanya dinaikkan 1 derajat, hingga terus bertambah tinggi sampai tamat bacaannya.
Inilah fadhilah orangtua yang mengajarkan anaknya membaca Al-Qur’an. Jika anda menjauhkan anak anda dari agama hanya karena beberapa rupiah, anda tidak saja akan tertutup dari pahala, tetapi anda juga harus menjawab pertanyaan-pertanyaan  Alloh swt..Ingatlah bahwa dengan perbuatan seperti itu berarti anda telah melemparkan anak anda ke dalam penderitaan selama-lamanya, bahwa andapun akan menanggung beban tanggung jawab yang sangat besar. Dalam hadist disebutkan : Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.
Setiap oarang akan ditanya, sejauhmana ia telah mengajarkan agama. Jika anda mendidik agama kepada anak anda, kelek anda akan terbebas dari tuntutan, dan selama anak kita hidup, seluruh amal kebaikannya, doa-doa ampunan yang ia mohonkan untuk anda, itu semua akan menyebabkan derajat anda dinaikkan. Sebaliknya, jika hanya rakus(maaf) mencari beberapa rupiah sehingga rela mengorbankan pendidikan agama bagi anak-anak, maka anda sendiri akan menanggung akibat keburukan dan kefasikan mereka.
Semua amalan kita tidak akan sia-sia, semuanya akan menjadi tabungan di akhirat kelak. Dengan nama Alloh, sayangilah diri anda. Dunia pasti akan berakhir dan maut merupakan penutup dari segala penderitaan di dunia. Tetapi penderitaan setelah mati tidak akan pernah berakhir.
A.    Al-Quran yang berhubungan dengan ilmu sosial
Membicarakan ilmu sosial, saya bersepakat dengan disertasi doktoral Ustadz Bustanuddin Agus di UIN Syarif Hidayatullah, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku kecil yang bermanfaat. Logika awal yang coba dibangun adalah bahwa tentang tujuan yang ingin dicapai ajaran Islam adalah kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat. Kemaslahatan hidup dunia tentu berkaitan dengan kesejahteraan lahir batin, keamanan, keteraturan, kerja sama, dan ketentraman hidup bermasyarakat. Inilah objek kajian ilmu-ilmu sosial.
Imam As Syatibi mengelompokkan kemaslahatan yang ingin diwujudkan oleh syari’at Islam pada tiga kategori:
  • Al mashalih adh dharuriyat (kemaslahatan pokok)
  • Al mashalih al hajiyat (kemaslahatan yang dibutuhkan)
  • Al mashalih at tahsiniyat (kemaslahatan dalam bentuk adab dan sopan santun)
Ketiga kualitas maslahat ini diarahkan pada lima target utama, yakni memelihara agama, nyawa, harta dan kehormatan. Keseluruhan target ini sangat berkaitan dengan kajian ilmu-ilmu sosial. Islam menghendaki agar ilmu sosial ditujukan kepada pemeliharaan dan peningkatan mutu keberagamaan, kualitas akal serta memelihara harta, nyawa dan kehormatan.
Al Qur’an sebagai kitab yang menjadi hudan, petunjuk bagi manusia, memuat porsi terbesar dari ayat-ayatnya mengenai persoalan kemanusiaan dan hubungan sosialnya. Al Qur’an telah pula mengkaji dan menganalisis prinsip-prinsip yang mengatur, mempengaruhi, membentuk manusia berikut watak, gagasan, nilai, lembaga, bahkan konsep-konsep moral dan spiritualnya. Jadi yang perlu dilakukan saat ini adalah memahami ilmu sosial dengan alur yang sesuai dengan Islam. Jadi, jangan lagi alergi dengan ilmu sosial dengan alasan takut ‘tersesat’. Ilmu itu sebenarnya lurus saja, hanya para penafsirnya serupa Marx, Hegel, Marchiaveli dan lainnya yang rusak. Rusak kehidupan dan moral pribadinya. Kalau ia ditafsirkan dengan Al Qur’an sebagai acuan, maka kesejahteraan hidup masyarakat ada di ambang mata.
Adapun ilmu-ilmu sosial yang utama untuk dipelajari saat ini adalah ilmu ekonomi beserta segala perangkatnya, sosiologi, sejarah, politik (baik lokal maupun hubungan internasional), ilmu-ilmu administrasi dan manajemen, psikologi dan humaniora.
B.     Al-Quran yan berhubungan dengan Sains dan IPTEK
Sains dan ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam al-Qur’an sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali[8]. Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal istilah “ sains mengenai waktu-waktu tertentu”[9]. Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknelogi, seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam diperlukan kendraan sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S Ar-Rahman: 55/33.
Hai jama''ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (Q.S Ar-Rahman: 55/33).
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan); kekuatan yang dimaksud di sisni sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknelogi, dan hal ini telah terbukti di era mederen sekarang ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menmbus angksa luar bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknelogi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Juipeter dan pelanet-pelanet lainnya.

Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknelogi di abad modren ini, sebenarnya merupakan kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmua barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam “kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol[10]” dan ini di akui oleh sebagian mereka. Sains dan teknelogi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang, itu semua sebagai bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam al-qur’an, karena jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi al-Qur’an telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu, dan ini termasuk bagian dari kemukjizatan al-Qur’an, dimana kebenaran yang terkandung didalamnya selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiyah oleh sipa pun.


C.     Al-Quran yang berhubungan dengan aqidah akhlak dan syariah.
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, adalah beberapa perkara yang
wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
Aqidah adalah
sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati,
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
 Aqidah dalam Al-Qur’an dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg
berbunyi    “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan kitab itu pula Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”
 “Dan agar orang-orang yg telah diberi ilmu meyakini bahwasannya Al-Qur’an
itulah yg hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya
dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yg beriman
kepada jalan yang lurus.”    (Al-Haj 22:54)
 Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah sebagai
system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.
 Muslim yg baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat yg
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada Allah sehingga
tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya.
 Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yg melakukan suatu perbuatan baik,
tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu termasuk ke
dalam kategori kafir. Seseorang yg mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak
mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebut fasik. Sedangkan orang yg
mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yg tidak
lurus disebut munafik.
 Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur’an disebut iman dan amal saleh. Iman
menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah
dan akhlak.
Seseorang yg melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka
perbuatannya hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik.
Perbuatan baik adalah
perbuatan yg sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu
dipandang benar menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg didorong oleh
keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh.
Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.
Antara lain firman Allah dalam (An-Nur, 24:55) “Allah menjanjikan bagi
orang-orang yg beriman diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi
pemimpin di bumi sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang dari sebelum
mereka (kaum muslimin dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka
agama mereka yg Ia Ridhai bagi mereka; dan menggantikan mereka dari rasa takut
mereka (dengan rasa) tenang.
Mereka menyembah (hanya) kepada-Ku, mereka tidak
menserikatkan Aku dengan sesuatupun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka
mereka itu adalah orang-orang yg fasik”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar